Diskusi di Rengel: Saat Akademisi dan Praktisi Desa Duduk Satu Meja
- account_circle Ahmad Adi Purwanto
- calendar_month 8 menit yang lalu
- visibility 21
- comment 0 komentar
Tilikdesa.com Suasana Balai Kecamatan Rengel pada hari itu tidak seperti biasanya. Puluhan Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dari seluruh desa se-Kecamatan Rengel berkumpul, bukan untuk menerima arahan teknis dari pemerintah daerah atau sekadar mengikuti pelatihan rutin, melainkan untuk berdiskusi langsung dengan seorang akademisi sekaligus tokoh nasional, Prof Dr Zainudin Maliki(Sekretaris Eksekutif Strategic Policy Unit (SPU) Kemendesa dan PDT RI.
Momen ini terasa istimewa karena mempertemukan dua dunia yang selama ini sering berjalan sendiri-sendiri: lingkungan akademisi/teori dan dunia kebijakan. Dua kepentingan ini menjadi hal penting untuk dikolaborasikan dalam praktik di akar rumput. Yakni dalam rangka meningkatakan partisipasi Pembangunan desa yang lebih baik.
Kehadiran Prof Zainudin bukan sekadar membawa wacana dari ruang kuliah atau hasil kajian akademik. Ia datang dengan kesadaran bahwa desa tidak bisa dipandang sebagai objek pembangunan semata, tetapi sebagai subjek utama yang mampu menyusun narasi dan solusi atas permasalahan yang mereka hadapi sendiri.
Dalam diskusi yang berlangsung hangat dan egaliter itu, ia menyampaikan pentingnya menguatkan peran BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi lokal, bukan hanya sebagai perpanjangan tangan program-program pusat. Menurutnya, BUMDes harus menjadi lembaga bisnis yang profesional, berbasis kebutuhan warga, dan mampu merespons tantangan zaman—terutama di era digital saat ini.
Para peserta diskusi merespons dengan antusias. Banyak Ketua BUMDes mengangkat persoalan yang selama ini menjadi hambatan pengembangan usaha di desa. Ada yang berbicara tentang minimnya akses permodalan, tidak jelasnya pembagian peran antara pemerintah desa dan pengelola BUMDes, hingga sulitnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap unit usaha yang dijalankan. Tak sedikit pula yang menyuarakan kendala teknis: laporan keuangan yang tidak standar, rendahnya kemampuan manajerial pengurus, hingga sulitnya menjangkau pasar di luar wilayah mereka.
Delegasi pengurus KDMP juga menyampaikan sulitnya menjalankan koperasi desa. Mereka menyampaikan betapa masih banyak potensi lokal yang belum tergarap maksimal karena lemahnya sinergi antar-elemen desa. Seringkali, program-program pemberdayaan terjebak dalam rutinitas administratif tanpa dampak nyata ke masyarakat.
Dalam konteks ini, kehadiran akademisi seperti Prof Zainudin membawa energi baru: bahwa data, riset, dan pendekatan ilmiah bisa menjadi senjata ampuh untuk membuat intervensi pembangunan yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.
Yang menarik dari diskusi ini bukan hanya materi yang disampaikan, melainkan cara Prof Zainudin memposisikan dirinya. Ia tidak datang sebagai dosen yang mengajar, tetapi sebagai pendengar yang ingin memahami. Ia membuka ruang dialog, bukan ceramah satu arah. Sikap ini membuat para pelaku desa merasa dihargai, didengarkan, dan diakui sebagai pemilik pengetahuan lokal yang sah. Sebuah sikap yang jarang dijumpai dalam relasi antara pusat dan daerah, apalagi antara akademisi dan pelaku lapangan.
Dari diskusi ini, satu pelajaran penting dapat ditarik: kemajuan desa bukan hanya soal dana atau proyek, melainkan soal pertemuan gagasan. Ketika orang-orang yang mengerti teori duduk bersama dengan mereka yang bergulat langsung dengan realitas, maka lahirlah pemahaman yang utuh dan solusi yang kontekstual. Desa tidak perlu diajari dari atas, melainkan difasilitasi untuk tumbuh dari dalam.
Maka, diskusi di Rengel harus dilihat sebagai contoh baik yang bisa direplikasi. Akademisi dari berbagai bidang seharusnya lebih sering turun ke desa, membangun dialog yang jujur dan sejajar dengan para praktisi. Pemerintah daerah pun perlu menjadikan forum semacam ini sebagai agenda tetap, bukan sekadar kegiatan insidental. Dengan begitu, sinergi antara ilmu dan aksi benar-benar bisa terwujud.
Kita semua paham bahwa membangun desa bukan perkara mudah. Tapi jika diskusi seperti ini terus dilangsungkan—di mana para pengambil kebijakan, pemikir, dan pelaku lapangan bertemu dan berbagi pandangan secara setara—maka jalan panjang menuju desa mandiri dan sejahtera bisa dipersingkat. Rengel telah memulai langkah baik itu. Kini saatnya wilayah lain mengikuti. (*)
- Penulis: Ahmad Adi Purwanto
- Editor: Wawan Purwadi
- Sumber: TPP Kecamatan Rengel
Saat ini belum ada komentar